Doamu
penerang sumpahmu mulia
Ikhlas dan ridomu bagi untuk anaknya
Jasamu tak dapat
dibalaskan harta
Meski lautan emas sebagai gantinya
Lantunan lirik nasyid IBU dari Ar-Royyan mengingatkan saya akan amarah dan do'a ibunda dari serangkaian kisah menangani anak-anak yang rewel, tantrum, dll.
Dua bocah perempuan mungil kami sedang bermain-main. Ya, putri kembar kami yang berusia 3 tahun 8 bulan seperti tidak pernah ada lelah di raut wajahnya. lari kesana kemari tidak peduli apa yang tengah dirasa uminya. selesai main lego lanjut main masak-masakan, jika sudah bosan mereka narik-narik saya minta ambilkan buku. belum selesai baca buku mereka minta ini dan itu.
dari ruangan yang satu pindah ke ruangan yang lain. belum selesai merapikan ruangan yang satu, ruangan lainnya sudah berantakan lagi. begitulah setiap hari, kadang mereka mau membereskan mainan sendiri tidak jarang juga harus diingatkan berkali-kali.setengah jam sebelum adzan dzuhur rumah belum selesai saya rapikan. saya sampaikan pada mereka sebentar lagi adzan yuk kita sama-sama rapikan. mereka tidak mau. saya coba bujuk lagi bahwa saya akan turut serta membantu mereka merapikan. mereka juga tidak mau. tidak ada kesepakatan saat itu sedang waktu terus melaju dan saya harus cepat-cepat merapikan seluruh ruangan agar nyaman digunakan untuk sholat.
"Baik kalau tidak mau. umi akan rapikan setelah ini tidak main lagi ya. kecuali, kalau khansa dan kaisah mau bantu umi merapikan mainan khansa dan kaisah umi izinkan main lagi." ucap saya pada mereka.
entah kalimat saya yang terlalu panjang tetap saja mereka tidak bergeming asyik melanjutkan robekan-robekan kertas. pelan-pelan saya bereskan mulai dari ruang kamar dulu yang akan saya gunakan untuk sholat. saya kumpulkan mainan mereka kemudian saya taruh di box mainan. setelah selesai saya lanjut ambil sapu trus ngepel. belum beranjak dari kamar tiba-tiba di ruangan lain suara teriakan kaisah memecah konsentrasi saya.
"Umiiiiii....kakak tuh...umiiiii orang aku gak mau main. aku gak mau di ledek." teriaknya ketakutan
Dan.....selanjutnya apa yang terjadi?
si kakak, terus saja meledek adiknya yang sudah ketakutan. sampai si adik nangis kejer dan teriak-teriak.
"Kaaaaaa.....adiknya sudah takut. berhenti meledek dede ya." ucap saya padanya.
Alhamdulillah sudah mereda. si kakak tidak meledek adiknya lagi. saya memahami sebetulnya sang kakak hanya ingin main dengan adiknya karena dedek gak mau main dan dia sudah mengkonfirmasi bahwa dia tidak mau diajak bercanda/diledek teriakannya hanya sebagai bentuk ekspersinya. selanjutnya saya biarkan mereka melerai sendiri. saya memilih lanjut merapikan pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya :D
Beranjak saya ambil sapu dan alat pel. si kakak teriak lagi.
"Umiiiii....aku kebelet nih mau pipis." ungkapnya.
"Iya...Nak. Khansa ke kamar mandi dulu ya, trus buka celana nanti kalau sudah panggil umi." (posisi sudah pw saat itu sedang ngepel). saya tengok kebelangan dia sudah pipis dilantai. menghela nafaaaaasss dulu.
"Ya sudah sekarang kakak ke kamar mandi ya. umi bereskan pipis khansa dulu di lantai. okeh?", tawaran saya padanya. dan dia mengangguk mengiyakan berjalan ke kamar mandi.
disaat yang sama saya
tidak menyadari bahwa kaisah ditempat berbeda ikut pipis dicelana.
hwuaaaaaa....entah kenapa mereka selalu barengan sampai pipispun gak mau
ketinggalan.
"Astaghfirullahal ‘Adzim! kaisaaah kenapa pipis juga dilantai?" sudah gak bisa ditahan ya?", tanya saya meminta menjelasan sang adik. "Ya sudah langsung ke kamar mandi."
di kamar mandi, kakak khansa PUP & najisnya berceceran sampai ke luar kamar mandi karena dia inisiatif menyiram sendiri. sedang adik kaisah menumpah semua sampo dalam bak yang berisi air penuh sambil ngobok-ngobok.
"Astaghiruuuuullahal adziiiim....khansaaaaaaa....kaisaaaaaaah..jadikan anakku profesor, doktor, hafidzah ya Allah..amiin." amarah saya mulai meninggi, tatapan saya tajam. saya tatap mereka lekat-lekat berharap kedua putriku memahami "kegelisahan" uminya saat itu.
"kakak tau harus PUP dimana?" sampai pertanyaan ini saya memilih diam menahan amarah saya agar tidak meletup-letup tidak berkesudahan.
Mereka kaget dengan kalimat istighfar saya yang keras saat itu seperti saya sedang menghentikan saraf neuronnya yang sedang bersambung, berdekatan oleh sebab kalimat saya yang meninggi.
Masih di kamar mandi saya peluk dalam-dalam kedua buah hati saya. saya menangis.
"Maafkan umi ya, Nak. sudah buat kakak dan dede jadi takut" sambil saya tatap wajah mereka yang sudah ngembang air mata. buru-buru saya beresin, saya mandiin saya rapikan mereka. setelah selesai saya meminta pengertian mereka menunggu agar tidak keluar kamar/ turun dari kasur karena saya harus merapikan ruangan yang terkena najis.
pernahkah bunda mengalami demikian?
saya, seorang ibu yang biasa sama seperti ibu lainnya.
dalam kondisi marah yang selalu saya ingat dan sangat saja jaga adalah kata-kata yang saya lontarkan oleh sebab saya kesal, ngondok, bete, dll karena ulah mereka.
masih teringat betul beberapa kisah teladan terus membuntuti saya manakala saya kesal pada anak-anak saya tidak boleh melontarkan/mengucapkan kalimat negatif. karena ucapan saya sebagai seorang ibu adalah doa. dimana salah satu doa yang tak terhalang adalah doa orang tua untuk anaknya.
Amarah dan Doa Ibunda
Kini saya sudah menjadi Ibu. dari 2 putri kembar yang Allah titipkan dan amanahkan pada kami. setiap kata-kata saya adalah do'a untuk mereka. ada banyak harapan yang mengkristalkan doa untuk mereka, berharap pada Allah Yang Memiliki Jiwa mereka kelak mengabulkan setiap do'a yang baik yang dilantunkan oleh sosok ibu yang banyak kekhilafan ini. entah dari do'a yang mana yang Allah ijabah. apakah dari do'a yang terlantukan oleh sebab kemarahan yang sangat karena "ulah sang anak" atau do'a yang mana?
Biarlah Allah sang pemilik diri yang mengetahui. Rabb...kabulkanlah setiap doa-doa yang kami lantunkan untuk anak kami. agar kelak mereka menjadi insan yang mulia, yang menjaga ayat-ayat cintamu sebagai hafidzah dan bermanfaat untuk agama, umat, dan Islam mu.
Bogor, 23 Februari 2016
di saat rerintikan hujan membasahi bumi-Mu *lanjut berdoa lagi ^_^
0 komentar:
Posting Komentar